Kamis, 08 Desember 2011

peralihan dari metode konvensional ke kbk muawiyatu al laitsi KELAS F


PERALIHAN dari METODE KONVENSIONAL  ke KBK/PBL.

1.Alasan Peralihan Kurikulum

Peralihan yang dimaksud disini adalah peralihan konsep dari Kurikulum Nasional tahun1994 ke Kurikulum Inti dan Institusional tahun 2000. Timbulnya Kurikulum Nasional (Kurnas) didasarkan pada masalah internal pendidikan tinggi di Indonesia saat itu, yaitu belum adanya tatanan yang jelas dalam pengembangan perguruan tinggi.

Untuk menata sistem pendidikan tinggi saat itu, disusun Kerangka Pembangunan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang (KPPTJP) yang berisi tiga program yaitu :
1.penataan lembaga
2.penataan program studi, dan
3.penataan arah dan tujuan pendidikan.

Pendidikan tinggi dibagi dalam dua jalur yaitu jalur akademik dan jalur professional.

Hal ini tentu didasarkan pada prediksi dan asumsi tentang kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan perguruan tinggi untuk mampu menyelesaikan masalah-masalah yang diperkirakan akan dihadapinya. Di dalam Kepmendikbud No. 56/U/1994 ini disebutkan kurikulum berdasarkan pada tujuan untuk menguasai isi ilmu pengetahuan dan penerapannya (content based).

Pada situasi global seperti saat ini, dimana percepatan perubahan terjadi di segala sektor, maka akan sulit untuk menahan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Pada masa sebelum tahun 1999 (pre-millenium era) perubahan IPTEKS yang terjadi mungkin tidak sedahsyat pasca-millenium. Maka bila program studi mengembangkan kurikulumnya dengan isi (IPTEKS) sebagai basisnya, program studi tersebut akan tertinggal oleh perkembangan IPTEKS itu sendiri, karena kurikulum disusun dan dilaksanakan untuk jangka waktu rata-rata 5 tahun (S1).

Konsep kurikulum yang tercantum dalam Kepmendiknas no 232/U/2000 dan no 045/U/2002 berbeda latar belakangnya, yaitu lebih banyak didorong oleh masalah-masalah global atau eksternal, terutama yang telah diuraikan dalam laporan UNESCO diatas. Hal-hal tersebut menimbulkan keadaan seperti :

1. Persaingan di dunia global, berakibat juga terhadap persaingan perguruan tinggi di dalam negeri maupun di luar negeri, sehingga perguruan tinggi dituntut untuk menghasilkan lulusan yang dapat bersaing dalam dunia global;

2. Adanya perubahan orientasi pendidikan tinggi, tidak lagi hanya menghasilkan manusia cerdas berilmu tetapi juga yang mampu menerapkan keilmuannya dalam kehidupan di masyarakatnya (kompeten dan relevan), yang lebih berbudaya; dan

3. Perubahan kebutuhan di dunia kerja, terwujud dalam perubahan persyaratan dalam menerima tenaga kerja, yaitu adanya persyaratan softskills yang dominan disamping hardskillsnya. Sehingga kurikulum yang dikonsepkan lebih didasarkan pada rumusan kompetensi yang harus dicapai oleh lulusan perguruan tinggi yang sesuai atau mendekati kompetensi yang dibutuhkan oleh masyarakat pemangku kepentingan/ stakeholders (competence based curriculum).

Selain itu perubahan ini juga didorong adanya perubahan otonomi perguruan tinggi yang dijamin dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, yang member kelonggaran terhadap perguruan tinggi untuk menentukan dan mengembangkan kurikulumnya sendiri. Peran DIKTI juga berubah yaitu hanya memfasilitasi, memberdayakan, dan mendorong perguruan tinggi untuk mencapai tujuannya, jadi tidak lagi berperan sebagai penentu atau regulator seperti masa-masa sebelumnya. Disini secara konseptual dipisahkan antara pengembangan kelembagaan dan pengembangan kurikulum/isi pendidikannya.Sehingga perguruan tinggi lebih bisa mengembangkan dirinya sesuai dengan kemampuan dan tujuan yang ingin dicapai.

Jadi sangat dimungkinkan perubahan kurikulum disebabkan juga oleh adanya peralihan rencana strategis perguruan tinggi yang termuat dalam visi dan misinya .

Peralihan yang sangat cepat di semua sektor kehidupan khususnya dunia kerja, mendorong perguruan tinggi perlu membekali lulusannya dengan kemampuan adaptasi dan kreativitas agar dapat mengikuti perubahan dan perkembangan yang cepat tersebut. Alasan inilah yang seharusnya mendorong perguruan tinggi di Indonesia untuk melakukan perubahan paradigma dalam penyusunan kurikulumnya. Tidak hanya memfokuskan pada isi yang harus dipelajari, tetapi lebih menitik beratkan pada kemampuan apa yang harus dimiliki lulusannya sehingga dapat menghadapi kehidupan masa depan dengan lebih baik serta dapat meningkatkan kualitas hidupnya.

Konsep kurikulum yang didasarkan pada empat pilar pendidikan dari UNESCO seperti telah
diuraikan diatas, merupakan pengubahan orientasi kurikulum secara mendasar. Yaitu dari sebelumnya yang berfokus pada isi keilmuan (IPTEKS), berubah berfokus kepada kemampuan manusia di masyarakatnya, lebih luas lagi yaitu pada kebudayaannya.


2. Bentuk Peralihan

Pembaharuan konsep kurikulum pendidikan tinggi yang dituangkan dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002 , yang mengacu kepada konsep pendidikan tinggi abad XXI UNESCO (1998) , terdapat perubahan yang mendasar yaitu:

1) Luaran hasil pendidikan tinggi yang semula berupa kemampuan minimal penguasaan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap sesuai dengan sasaran kurikulum suatu Program studi, diganti dengan kompetensi seseorang untuk dapat melakukan seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Luaran hasil pendidikan tinggi ini yang semula penilaiannya dilakukan oleh penyelenggara pendidikan tinggi sendiri, dalam konsep yang baru penilaian selain oleh perguruan tinggi juga dilakukan oleh masyarakat pemangku kepentingan.

2) Kurikulum program studi yang semula disusun dan ditetapkan oleh Pemerintah lewat sebuah Konsorsium (Kurikulum Nasional) diubah, yakni kurikulum inti disusun oleh perguruan tinggi bersama-sama dengan pemangku kepentingan dan kalangan profesi, dan ditetapkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan.

3) Berdasarkan Kepmendikbud No. 056/U/1994 komponen kurikulum tersusun atas Kurikulum Nasional (Kurnas) dan Kurikulum Lokal (Kurlok) yang disusun dengan tujuan untuk menguasai isi ilmu pengetahuan dan penerapannya (content based), sedangkan dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 disebutkan bahwa kurikulum terdiri atas Kurikulum Inti dan kurikulum Institusional. Kurikulum Inti merupakan penciri dari kompetensi utama, ditetapkan oleh kalangan perguruan tinggi bersama masyarakat profesi dan pengguna lulusan. Sedangkan Kompetensi pendukung, dan kompetensi lain yang bersifat khusus dan gayut dengan kompetensi utama suatu program studi ditetapkan oleh institusi penyelenggara program studi (Kepmendiknas No.045/U/2002).

4) Dalam Kurikulum Nasional terdapat pengelompokan mata kuliah yang terdiri atas:
Mata Kuliah Umum (MKU), Mata Kuliah Dasar Keahlian (MKDK), dan Mata Kuliah Keahlian (MKK). Sedangkan dalam Kepmendiknas no 232/U/200, Kurikulum terdiri atas kelompok-kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), Mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan (MKK), Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB), Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), serta Mata Kuliah Berkehidupan Bersama (MBB). Namun, pada Kepmendiknas No.045/U/2002, pengelompokkan mata kuliah tersebut diluruskan maknanya agar
lebih luas dan tepat melalui pengelompokkan berdasarkan elemen kompetensinya, yaitu :
(a) landasan kepribadian;
(b) penguasaan ilmu dan keterampilan;
(c) kemampuan berkarya;
(d) sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai;
(e) pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya.

Konsep ini untuk dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang menjadikan perguruan tinggi menjadi tempat pembelajaran dan suatu sumberdaya pengetahuan, pusat kebudayaan, serta tempat pembelajaran terbuka untuk semua, maka dimasukkan strategi kebudayaan dalam pengembangan pendidikan tinggi.

Strategi kebudayaan tersebut berujud kemampuan untuk menangani masalah-masalah yang terkait dengan aspek :

(i) fenomena anthrophos, dicakup dalam Pengembangan manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap, dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan;

(ii) fenomena tekne, dicakup dalam penguasaan ilmu dan ketrampilan untuk mencapai derajat keahlian berkarya;

(iii) fenomena oikos, dicakup dalam kemampuan untuk memahami kaidah kehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya;

(iv) fenomena etnos, dicakup dalam pembentukan sikap dan perilaku yang diperlukan seseorang dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keahlian yang dikuasai.

5) Perubahan kurikulum juga berarti perubahan pembelajarannya, sehingga dengan konsep diatas proses pembelajaran yang dilakukan di pendidikan tinggi tidak hanya sekedar suatu proses transfer of knowledge, namun benar-benar merupakan suatu proses pembekalan yang berupa method of inquiry seseorang yang berkompeten dalam berkarya di masyarakat. Dengan demikian secara jelas akan tampak bahwa perubahan kurikulum dari kurikulum berbasis penguasaan ilmu pengetahuan dan ketrampilan (KBI) sesuai Kepmendikbud No.056/U/1994, ke KBK menurut Kepmendiknas No. 232/U/2000, mempunyai beberapa harapan keunggulan, yaitu :
”luaran hasil pendidikan (outcomes) yang diharapkan sesuai dengan societal needs, industrial/business needs, dan professional needs; dengan pengertian bahwa outcomes merupakan kemampuan mengintegrasikan intelectual skill, knowledge dan afektif dalam sebuah perilaku secara utuh.”

Tabel Peralihan Konsep Kurikulum

PERALIHAN KONSEP KURIKULUM
No
Tinjauan
Kurikulum Berbasis Isi
(KURNAS 1994)
Kurikulum Berbasis Kompetensi
(2004)
1
Latar belakang
perubahan
Masalah Internal
Masalah global
2
Basis Kurikulum
Berbasis isi
(Content Based Curriculum)
Berbasis Kompetensi
(Competency Based Curriculum)
3
Luaran PT
Kemampuan minimal sesuai sasaran kurikulumnya
Kompetensi yang di anggap mampu oleh masyarakat
4
Penilai kualitas lulusan
Perguruan tinggi sendiri
Perguruan Tinggi dan pengguna lulusan/ stakesholders
5
Cara menyusun
Mulai dari isi keilmuannya
Mulai dari penempatan profil lulusan dan kompetensi
6
Penekanan
Output, lebih banyak menekankan hard skill
Outcome, keseimbangan hardskill dan softskill
7
Pembelajaran
Teacher centered learning (TCL), dengan titik berat pada transfer of knowledge
Student centered learning (SCL), di arahkan pada pembekalan method of inquiry and discovery

Sumber referensi : www.unud.ac.id/ind/wp-content/.../buku-panduan-kurikulum-kbk.pdf




Tidak ada komentar:

Posting Komentar